Konsep populasi dan sampel penelitian
Dalam
penelitian kuantitatif, apalagi jika dirancang sebagai sebuah penelitian survei
(survey research), keberadaan populasi dan sampel penelitian nyaris tak
dapat dihindarkan. Populasi dan sampel merupakan sumber utama untuk memperoleh
data yang dibutuhkan dalam mengungkapkan fenomena atau realitas yang dijadikan
fokus penelitian kita. Demi mencapai keakuratan dan validitas data yang
dihasilkan, populasi dan sampel yang dijadikan objek penelitian harus memiliki
kejelasan baik dari segi scope, ukuran, maupun karakteristiknya. Dengan
kata lain, kejelasan populasi dan ketepatan pengambilan sampel dalam penelitian
akan menentukan validitas proses dan hasil penelitian kita.
Apa
itu populasi penelitian? Apa itu sampel dan bagaimana kaitan antara populasi
dan sampel dalam sebuah penelitian? Simak uraian-uraian di bawah ini.
KONSEP
DASAR POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Populasi
atau sering juga disebut universe adalah keseluruhan atau totalitas
objek yang diteliti yang ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated).
Ciri-ciri populasi disebut parameter. Oleh karena itu, populasi juga
sering diartikan sebagai kumpulan objek penelitian dari mana data akan dijaring
atau dikumpulkan. Populasi dalam penelitian (penelitian komunikasi) bisa berupa
orang (individu, kelompok, organisasi, komunitas, atau masyarakat) maupun
benda, misalnya jumlah terbitan media massa, jumlah artikel dalam media massa,
jumlah rubrik, dan sebagainya (terutama jika penelitian kita menggunakan teknik
analisis isi (content analysis).
Populasi
penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi sasaran.
Populasi sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan populasi
sasaran adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data. Sebagai contoh,
misalnya kita akan meneliti bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik
mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad dan kita hanya akan memokuskan
penelitian kita pada mahasiswa yang aktif di lembaga-lembaga kemahasiswaan,
maka seluruh mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad adalah populasi sampling,
sedangkan seluruh mahasiswa yang aktif dalam lembaga kemahasiswaan adalah
populasi sasaran.
Konsep
lainnya yang harus dipahami-dan tidak boleh dikelirukan- adalah jumlah
populasi (population numbers) dan ukuran populasi (population
size). Jumlah populasi adalah banyaknya kategori populasi yang dijadikan
objek penelitian yang dinotasikan dengan huruf K. Misalnya, ketika kita
meneliti tingkat rata-rata prestasi akademik mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi
Unpad (Fikom Unpad), maka jumlah populasinya adalah satu, yakni kategori
mahasiswa. Sementara itu, jika kita meneliti sikap sivitas akademika Fikom
Unpad terhadap kebijakan rektor dalam menaikkan biaya pendidikan, maka jumlah
populasinya sebanyak kategori yang terkandung dalam konsep sivitas akademika,
misalnya terdiri dari kategori mahasiswa, dosen, dan staf administratif. Jadi,
jumlah populasinya ada tiga. Ukuran populasi adalah banyaknya unsur atau
unit yang terkandung dalam sebuah kategori populasi tertentu, yang dilambangkan
dengan huruf N. Misalnya, ketika kita meneliti bagaimana rata-rata
tingkat prestasi akademik mahasiswa Fikom Unpad, maka jumlah populasinya adalah
satu dan ukuran populasinya 8.236 orang (sesuai dengan jumlah mahasiswa yang
terdaftar resmi di Fikom Unpad).
Jika
kita menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka penelitian
kita disebut sensus. Sensus merupakan penelitian yang dianggap dapat
mengungkapkan ciri-ciri populasi (parameter) secara akurat dan komprehensif,
sebab dengan menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka
gambaran tentang populasi tersebut secara utuh dan menyeluruh akan diperoleh.
Oleh karena itu, sebaik-baiknya penelitian adalah penelitian sensus. Namun
demikian, dalam batas-batas tertentu sensus kadang-kadang tidak efektif dan
tidak efisien, terutama jika dihubungkan dengan ketersedian sumber daya yang
ada pada peneliti. Misalnya, bila dikaitkan dengan fokus penelitian,
keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang dimiliki oleh peneliti.
Dalam
keadaan peneliti tidak memungkinkan untuk melakukan sensus, maka peneliti boleh
mengambil sebagian saja dari unsur populasi untuk dijadikan objek penelitiannya
atau sumber data. Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian itu
disebut sampel. Sampel atau juga sering disebut contoh adalah
wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk
menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel
sebagai sumber data, maka yang akan kita peroleh adalah ciri-ciri sampel bukan
ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk
menaksir populasi. Ciri-ciri sampel disebut statistik. Sama halnya
dengan populasi, dalam sampel pun ada konsep jumlah sampel dan ukuran
sampel. Jumlah sampel adalah banyaknya kategori sampel yang diteliti yang
dilambangkan dengan huruf k, yang jumlahnya sama dengan jumlah populasi
(k=K). Sedangkan ukuran sampel (dilambangkan dengan huruf n)
adalah besarnya unsur populasi yang dijadikan sampel, yang jumlahnya selalui
lebih kecil daripada ukuran populasi (n). Mengapa kita harus benar-benar
memahami (tidak mengelirukan) pengertian istilah jumlah sampel dengan ukuran
sampel, sebab jumlah sampel dan sifat sampel yang diteliti (terutama untuk
penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional) akan sangat
menentukan uji statistik inferensial yang mana yang harus digunakan untuk
menguji hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian kita. Ketepatan dalam
memilih uji statistik inferensial itu merupakan salah satu unsur penentu
validitas atau kesahihan penelitian kita. Dalam menguji korelasi di antara
variabel-variabel yang diteliti, misalnya, ada uji statistik inferensial yang
hanya berlaku untuk menguji satu sampel, dua sampel independen, dua sampel
berhubungan, dan k sampel independen atau k sampel berhubungan, dan sebagainya
(Silakan baca buku Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial
tulisan Sidney Siegel).
Karena
data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi,
maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa
mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel
representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri
karakteristik yang sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik
populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi
tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang
diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk
mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling.
UKURAN
SAMPEL
Ukuran
sampel atau besarnya sampel yang diambil dari populasi, sebagaimana diungkapkan
di atas, merupakan salah satu faktor penentu tingkat kerepresentatifan sampel
yang digunakan. Pertanyaannya, berapa besar sampel harus diambil dari populasi
agar memenuhi syarat kerepresentatifan?
Dalam
menentukan menentukan ukuran sampel (n) yang harus diambil dari populasi agar
memenuhi persyaratan kerepresentatifan, tidak ada kesepakatan bulat di antara
para ahli metodolologi penelitian (hal ini wajar, sebab dalam dunia ilmu yang
ada adalah sepakat untuk tidak sepakat asal masing-masing konsisten dengan
rujukan yang digunakannya, sehingga ilmu itu bisa terus berproses dan
berkembang). Pada umumnya, buku-buku metodologi penelitian menyebut angka lima
persen hingga 10 persen untuk menegaskan berapa ukuran sampel yang harus
diambil dari sebuah populasi tertentu dalam penelitian sosial. Pendapat ini
tentu saja sulit untuk dijelaskan apa alasannya jika ditinjau dari aspek
metodologi penelitian.
Sehubungan
dengan hal itu, I Gusti Bagoes Mantra dan Kasto dalam buku yang ditulis oleh
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (1989),
menyatakan bahwa sebelum kita menentukan berapa besar ukuran sampel yang harus
diambil dari populasi tertentu, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan
yaitu:
1. Derajat Keseragaman Populasi (degree of homogenity).
Jika tinggi tingkat homogenitas populasinya tinggi atau bahkan sempurna, maka
ukuran sampel yang diambil boleh kecil, sebaliknya jika tingkat
homogenitas populasinya rendah (tingkat heterogenitasnya tinggi) maka ukuran
sampel yang diambil harus besar. Untuk menentukan tingkat homogenitas
populasi sebaiknya dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji statistik
tertentu.
2. Tingkat Presisi (level of precisions) yang
digunakan. Tingkat presisi, terutama digunkan dalam penelitian eksplanatif,
misalnya penelitian korelasional, yakni suatu pernyataan peneliti tentang
tingkat keakuratan hasil penelitian yang diinginkannya. Tingkat presisi
biasanya dinyatakan dengan taraf signifikansi (α) yang dalam penelitian sosial
biasa berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%), sehingga keakuratan hasil
penelitiannya (selang kepercayaannya) 1–α yakni bisa 95% atau 99%. Jika kita
menggunakan taraf signifikansi 0,01 maka ukuran sampel yang diambil harus lebih
besar daripada ukuran sampel jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,05.
3. Rancangan Analisis. Rancangan analisis yang dimaksud
adalah sesuatu yang berkaitan dengan pengolahan data, penyajian data,
pengupasan data, dan penafsiran data yang akan ditempuh dalam penelitian.
Misalnya, kita akan menggunkan teknik analisis data dengan statistik deskripti;
penyajian data menggunakan tabel-tabel distribusi frekuensi silang (tabel
silang) atau tabel kontingensi dengan ukuran 3X3 atau lebih dimana pasti
mengandung sel sebanyak 9 buah, maka ukuran sampelnya harus besar. Hal ini
untuk menghindarkan adanya sel dalam tabel tersebut yang datanya nol (kosong),
sehingga tidak layak untuk dianalisis dengan asumsi-asumsi kotingensi. Jika
kita menggunakan rancangan analisisnya hanya menggunakan analisis statistik
inferensial, maka ukuran sampelnya boleh lebih kecil dibandingkan apabila kita
menggunakan rancangan analisis statistik deskriptif saja. Dengan kata lain,
rancangan penelitian deskriptif membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar
daripada rancangan penelitian eksplanatif.
4. Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan
keterbatasan-keterbatasn yang ada pada peneliti, misalnya keterbatasan waktu,
tenaga, biaya, dan lain-lain. (Catatan: Alasan ke-4 ini jangan digunakan
sebagai pertimbangan utama dalam menentukan ukuran sampel, sebab hal ini lebih
berkaitan dengan pertimbangan peneliti (tanpa akhiran an) dan
bukan pertimbangan penelitian (metodologi).
Selain
mempertimbangkan faktor-faktor di atas, beberapa buku metode penelitian
menyarankan digunakannya rumus tertentu untuk menentukan berapa besar sampel
yang harus diambil dari populasi.
Jika
ukuran populasinya diketahui dengan pasti, Rumus Slovin di bawah ini
dapat digunakan.
Rumus
Slovin:
N
n = ———
1 + Ne²
Keterangan;
- n = ukuran sampel
- N = ukuran populasi
- e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditololerir, misalnya 5%.
- Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada yang 1%, 2%, 3%, 4%,5%, atau 10%.
Jika
ukuran populasinya besar yang didapat dari pendugaan proporsi populasi, maka Rumus
Yamane yang harus digunakan.
N
n = ———–
Nd² + 1
d =
batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang digunakan.
Misalnya,
kita ingin menduga proporsi pembaca koran dari populasi 4.000 orang. Presisi
ditetapkan di antara 5% dengan tingkat kepercayaan 95%, maka besarnya sampel
adalah:
4000
n = ————————- = 364
4000 x (0,05)² + 1
KERANGKA
SAMPLING (SAMPLING FRAME)
Di
atas sudah ditegaskan, bahwa tingkat krepresentatifan sampel selain ditentukan
oleh ukuran sampel yang diambil juga ditentukan oleh teknik sampling yang
digunakan. Di antara teknik-teknik sampling tersebut, dalam penggunaannya, ada
yang mempersyaratkan tersedianya kerangka sampling. Kerangka sampling (sampling
frame) adalah sebuah daftar yang memuat data mengenai seluruh unit atau
unsur sampling yang terdapat pada populasi sampling. Secara gampang orang
sering mengatakan, kerangka sampling adalah daftar nama-nama yang kerkandung
dalam populasi penelitian.
JENIS
SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING
Berdasarkan
prosedur atau cara yang digunakan dalam mengambil sampel dari populasi (teknik
sampling), kita dapat mengidentifikasi dua jenis sampel, yaitu: sampel
probabilitas (probability sampling) dan sampel nonprobabilitas
(nonprobability sampling). Sampel probabilitas atau disebut juga sampel
random (sampel acak) adalah sampel yang pengambilannya berlandaskan pada
prinsip teori peluang, yakni prinsip memberikan peluang yang sama kepada
seluruh unit populasi untuk dipilih sebagai sampel. Sebaliknya, sampel
nonprobabilitas atau sampel nonrandom (sampel tak acak) adalah sampel yang
pengambilannya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (bisa
pertimbangan penelitian maupun pertimbangan peneliti). Sampel probabilitas
diambil dengan menggunakan teknik sampling probabilitas atau teknik sampling
random, sedangkan untuk mengambil sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom
digunakan teknik sampling nonprobabilitas, yakni pertimbangan-pertimbangan
tertentu. Sampel probabilitas cenderung memiliki tingkat representasi yang
lebih tinggi daripada sampel nonprobabilitas.
Teknik
Sampling Probabilitas (Teknik Sampling Random)
a.
Teknik Sampling Random Sederhana (Simple Random Sampling)
Sampel
acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga
setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Peluang yang dimiliki oleh setiap unit
penelitian untuk dipilh sebagai sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel yang
dikehendaki dibagi dengan ukuran populasi.
Dalam
menggunakan Teknik Sampling Random Sederhana ini ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendy, 1989):
1. Harus tersedia kerangka sampling atau memungkinkan untuk
dibuatkan kerangka samplingnya (dalam kerangka sampling tidak boleh ada unsur
sampel yang dihitung dua kali atau lebih).
2. Sifat populasinya harus homogen, jika tidak, kemungkinan
akan terjadi bias.
3. Ukuran populasinya tidak tak terbatas, artinya harus
pasti berapa ukuran populasinya.
4. Keadaan populasinya tidak terlalu tersebar secara
geografis.
Teknis
pelaksanaannya ada dua cara, yakni:
1. Dengan mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan
elementer dalam populasi. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyusun
semua unit penelitian atau unit elementer ke dalam kerangka sampling, mulai
dari nomor terkecil hingga nomor ke-n (tergantung berapa besar ukuran
populasinya). Selanjutnya masing-masing nomor unsur populasi itu ditulsikan
dalam secarik kertas, digulung, dan dimasukkan ke dalam sebuah kotak atau
toples. Lalu lakukan pengocokan secara merata, dan ambil sejumlah gulungan
kertas tersebut sebanyak ukuran sampel yang dikehendaki. Nomor-nomr yang
terambil itu menjadi unit elementer yang terpilih sebagai sampel. Pengundian
juga dapat dilakukan seperti halnya ibu-ibu anggota kelompok arian menentukan
pemenang arisannya. Gulungan kertas yang di dalamnya sudah berisi nomor unit
elementer, dimasukkan ke dalam toples yang diberi tutup dengan lubang sebesar
kira-kira dapat dilalui oleh setiap gulungan kertas yang ada di dalamnya. Lalu
kocok berulang-ulang hingga keluar sejumlah gulungan kertas sesuai dengan
ukuran sampel yang direncanakan. Penggunaan cara ini (cara pengundian)
seringkali tidak praktis, terutama apabila ukuran populasinya relatif besar, sebab:
pertama, hampir tidak mungkin kita dapat melakukan pengocokan secara saksama
dan merata seluruh gulungan kertas undian; dan kedua, ada kecenderungan kita
untuk tergoda memilih angka-angka tertentu. Dalam keadaan yang demikian,
gunakan teknik kedua, yakni dengan mengundi Tabel Angka Random.
2. Dengan menggunakan Tabel Angka Random. Cara ini dipilih
karena selain meringankan pekerjaan, juga lebih memberikan jaminan yang lebih
besar bahwa setiap unit elementer mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai
sampel. Caranya adalah sebagai berikut: misalnya, dari satuan elementer dlam
populasi (N) yang besarnya 500 orang, akan dipilih 50 satuan elementer sebagai
sampel (n). Bilangan 500 ini terdiri dari tiga dijit (digit), oleh
karena itu dalam kerangka sampling satuan elementernya diberi nomor mulai dari
001 sampai 500. Selanjutnya lihat Tabel Angka Random atau Tabel Bilangan Random
yang selalu ada pada lampiran buku-buku metodologi penelitian atau buku-buku
metode statistika. Karena angka-angka yang yang terdapat dalam Tabel Bilangan
Random itu disusun secara kebetulan (randomly assorted), maka pemakai
tabel tersebut dapat mulai melihatnya dari baris dan kolom mana saja. Di
samping itu, ia dapat juga mengikutinya ke arah mana saja. Penentuan angka
pertama dapat dilakukan, misalnya, dengan cara menjatuhkan pensil dengan mata
pensil mengarah ke bawah pada lembaran kertas yang di dalamnya terdapat tabel
bilangan random yang kita gunakan. Angka random yang terkena oleh mata pensil
tadi adalah unsur sampel pertama yang kita pilih. Selanjutnya, kita dapat
menentukan unsur sampel lainnya dengan cara berjalan ke atas mengikuti kolom
yang sama, atau ke samping mengikuti baris, ke bawah mengikuti kolom, atau cara
apa saja yang dianggap mudah.
b.
Teknik Sampling Random Sistematik (Systematic Random Sampling)
Apabila
ukuran populasinya sangat besar, hingga tidak memungkinkan dilakukan pemilihan
sampel dengan cara pengundian, maka teknik sampling random sederhana tidaklah
tepat untuk digunakan. Dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah teknik
sampling random sistematik. Persyaratan yang harus dipenuhi agar teknik
sampling ini dapat digunakan, sama dengan persyaratan untuk sampel random
sederhana, yakni tersedianya kerangka sampling (ukuran populasinya diketahui dengan
pasti), dan populasinya mempunyai pola beraturan yang memungkinkan untuk
diberikan nomor urut serta bersifat homogen.
Cara
penggunaan teknik sampling random sistematik ini mirip dengan cara sampling
random sederhana. Bedanya, pada teknik sampling sistematik perandoman atau
pengundian hanya dilakukan satu kali, yakni ketika menentukan unsur pertama
dari sampling yang akan diambil. Penentuan unsur sampling selanjutnya ditempuh
dengan cara memanfaatkan interval sampel. Interval sampel adalah angka
yang menunjukkan jarak antara nomor-nomor urut yang terdapat dalam kerangka
sampling yang akan dijadikan patokan dalam menentukan atau memilih unsur-unsur
sampling kedua dan seterusnya hingga unsur ke-n. Interval sampel biasanya
dilambangkan dengan huruf k.
Interval
sampel atau juga disebut sampling rasio diperoleh dengan cara membagi
ukuran populasi dengan ukuran sampel yang dikehendaki (N/n). Misalnya, dari
populasi (N) berukuran 500 kita akan mengambil sampel (n) berkuran 50, maka
interval samplingnya adalah 500/50=10 atau k =10. Andaikan yang terpilih
sebagai unsur sampling pertama adalah satuan elementer yang bernomor s,
maka penentuan unsur-unsur sampel berikutnya adalah:
- Unsur pertama = s
- Unsur kedua = s + k
- Unsur ketiga = s + 2k
- Unsur keempat = s + 3k, dan seterusnya hingga unsur ke-n.
Untuk
lebih jelasnya, di bawah ini diberikan contoh konkret.
Misalnya
ukuran populasinya 500 (N=500) dan ukuran sampel yang akan diambil sebesar 50
(n=50), maka pasti k = 10. Andaikan saja unsur sampel pertama yang terpilih
adalah nomor urut 005, maka unsur-unsur selanjunya yang harus diambil adalah
nomor 015, 025, 035, 045, 055, 065, 075, dan seterusnya dengan berpatokan pada
penambahan angka 10 dari nomor urut terakhir.
c.
Teknik Sampling Random Berstrata (Stratified Random Sampling)
Teknik
sampling ini digunakan apabila populasinya tidak homogen (heterogen). Makin
heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan sifat-sifat antara lapisan
tersebut. Padahal, sebagaimana telah diungkapkan di atas, presisi dan tingkat kerepresentatifan
sampel yang diambil dari suatu populasi antara lain dipengaruhi oleh derajat
keseragaman (tingkat homogenitas) populasi yang bersangkutan. Untuk dapat
menggambarkan secara tepat tentang sifat-sifat populasi yang heterogen, maka
populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi kedalam lapisan-lapisan (strata)
yang seragam atau homogen, dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara
random (acak).
Untuk
dapat menggunakan teknik sampling random strata, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendi, 1989:162-163):
1. Harus ada kriteria yang jelas yang akan dipergunakan
sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi ke dalam lapisan-lapisan. Sebagai
contoh, populasi penelitian Anda adalah seluruh mahasiswa Unpad. Dalam
kenyataannya karakteristik mahasiswa Unpad tidak sama (tidak homogen) sebab di
Unpad terdapat program pendidikan jenjang D3, S1, S2, dan S3 yang tentu saja
karakteristik (terutama karakteristik akademisnya) berbeda-beda. Maka dalam
keadaan populasi yang demikian, mahasiswa Unpad sebagai populasi harus dibagi
kedalam strata (subpopulasi) mahasiswa D3, mahasiswa S1, mahasiswa S2, dan
mahasiswa S3. Secara teoretis, yang dapat dijadikan kriteria untuk pembagian
strata itu ialah variabel-variabel yang akan diteliti atau variabel-variabel
yang menurut peneliti mempunyai hubungan yang erat dengan variabel-variabel
yang hendak diteliti itu. Misalnya, tingkat motivasi belajar mahasiswa erat
kaitannya dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Jadi, dalam penelitian
tentang motivasi belajar mahasiswa (misalnya), jenjang pendidikan dijadikan
dasar dalam menentukan strata populasi.
2. Harus ada data pendahuluan dari populasi mengenai
kriteria yang dipergunakan untuk menstratifikasi. Misalnya, data mengenai
pembagian jenjang pendidikan pada mahasiswa Unpad didasarkan pada kenyataan
bahwa di Unpad memang terdapat berbagai jenjang pendidikan.
3. Jumlah satuan elementer dari setiap strata (ukuran setiap
subpopulasi) harus diketahui dengan pasti. Hal ini diperlukan agar peneliti
dapat membuat kerangka sampling untuk setiap subpopulasi atau strata yang akan
dijadikan sumber dalam menentukan sampel atau responden. (Harap dicatat,
bahwa teknik sampling random strata ini baru efektif dalam menentukan ukuran
sampel yang harus diambil dari setiap strata dan belum mampu menentukan siapa
saja sampel yang harus diambil untuk dijadikan responden penelitian). Untuk
menentukan saampel sasaran atau responden masih perlu dilanjutkan dengan
menggunakan teknik sampling random sederhana atau teknik sampling random
sistematik, setelah sebelumnya dibuatkan kerangka sampling untuk setiap
subpopulasinya.
Sampel
strata terdiri dari dua macam, yakni sampel strata proporsional dan sampel
strata disproporsional. Teknik sampling random strata proporsional
digunakan apabila proporsi ukuran subpopulasi atau jumlah satuan elementer
dalam setiap strata relatif seimbang atau relatif sama besar. Dalam sampel
strata proporsional, dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan
besar setiap strata dengan berpatokan pada pecahan sampling (sampling
fraction) yang sama yang digunakan. Pecahan sampling adalah angka yang
menunjukkan persentase ukuran sampel yang akan diambil dari ukuran populasi
tertentu. Sebagai contoh, jumlah keseluruhan mahasiswa Unpad ada 25.000 orang,
sehingga ukuran populasinya 25.000. Berdasarkan perhitungan tertentu, misalnya
kita menggunakan Rumus Slovin, sampel yang harus diambil sebesar 2.500 orang
mahasiswa, maka pecahan samplingnya adalah 0,10 (10%) yang diperoleh dengan
cara membagi ukuran sampel yang dikehendaki dengan ukuran populasinya (n/N).
Dengan demikian, maka dari setiap lapisan populasi (strata) harus diambil
sampel sebesar 10 % sehingga akhirnya diperoleh ukuran sampel secara
keseluruhan yang merepresentasikan populasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
tabel di bawah ini.
Tabel 1
Sampel
Berstrata Proporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar
di Kalangan
Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Jenjang Ukuran % dalam Pecahan n %
dalam
Pendidikan
Populasi
Populasi Sampling
Sampel Sampel
D3
10.000
40% 0,10
1.000 40%
S1
8.000 32%
0,10
800 32%
S2
5.000 20%
0,10
500 20%
S3
2.000
8%
0,10
200 8%
_______ ______ ______ _____
25.000 100% 2.500 100%
Keterangan:
- Ditentukan ukuran sampel 2.500
- Pecahan sampling 2.500/25.000 = 0,10
- Setiap jenjang pendidikan diwakili dalam sampel proporsinya dalam populasi.
Penggunaan
Teknik Sampling Random Strata Proporsional agak kurang tepat jika proporsi
ukuran subpopulasinya (jumlah satuan elementer pada strata) tidak seimbang, ada
yang jumlahnya besar ada pula yang jumlahnya kecil, sehingga kalau digunakan
teknik sampling strata proporsional dapat kejadian ukuran subpopulasinya sama
dengan ukuran sampelnya. Padahal, jika ukuran sampelnya sama dengan ukuran
populasinya (total sampling atau sensus) maka data yang diperoleh dari sampel
tersebut tidak bisa diolah atau dianalisis dengan menggunakan analisis
statistik inferensial. Oleh karena itu, dalam keadaan populasi yang demikian,
gunakanlah Teknik Sampling Random Strata Disproporsional.
Pada
Sampel Strtata Disproporsional, ukuran sampel yang diambil dari setiap
subpopulasi (strata) sama besarnya, yang berbeda adalah pecahan samplingnya.
Satu hal yang perlu dicatat dan diingat, jika menggunakan teknik
sampling ini, nanti pada waktu analisis data, data yang diperoleh dari sampel
masing-masing strata harus dikalikan dengan bobot yang disesuaikan pada strata
tersebut. Teknis pengambilan sampel strata disproporsional dapat dilihat pada
contoh tabel di bawah ini.
Tabel
2
Sampel
Berstrata Disproporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar
di
Kalangan Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Jenjang
Ukuran % dalam Pecahan n Bobot Bobot
Pendidikan
Populasi Populasi
Sampling
Sampel Disesuaikan
D3
10.000 40%
0,063
625
15,87 5
S1
8.000
32%
0,078
625
12,82 4
S2
5.000
20%
0,125
625
8,30
S3
2.000
8%
0,313
625
3,19 1
_______ _____
_____
25.000
100% 2.500
Keterangan:
· Ukuran sampel ditetapkan 2500, dibagi rata pada setiap
strata (625).
· Pecahan sampling berbeda-beda pada setiap strata (n/N).
· Karena sampel setiap strata tidak proporsional dengan
strata yang bersangkutan dalam populasi, maka data pada setiap strata harus
dikalikan dengan bobot (bobot yang disesuaikan). Bobot diperoleh dengan rumus:
1/ps atau satu dibagi pecahan smpling. Untuk memudahkan perhitungan, bobot
dibulatkan dengan angka terrendah sebagai standar (bernilai 1). Misalnya,
15,87/3,19 = 4,97, dibulatkan menjadi 5.
d.
Teknik Sampling Random Klaster (Cluster Random Sampling)
Teknik
ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak diketahui dengan pasti, sehingga
tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya, dan keberadaannya
tersebar secara geografis atau terhimpun dalam klaster-klaster yang berbeda-beda.
Misalnya, populasi puah penelitian kita adalah seluruh murid Sekolah Dasar (SD)
yang ada di Wilayah Kota Bandung. Tidak mungkin kita dapat menghimpun semua
data anak SD dalam sebuah daftar yang akurat, kalaupun mungkin, pasti daftar
itu akan sangat panjang dan memerlukan waktu serta biaya yang tidak sedikit
untuk menyusunnya. Maka kelompok siswa SD itu kita buat berdasarkan nama
sekolahnya. Kelompok anak SD itu disebut klaster. Klater dapat berupa sekolah,
kelas, kecamatan, desa, kelurahan, RW, RT, dan sebagainya. Apabila klaster itu
bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan sampelnya dapat
dilakukan satu tahap (simple cluster sampling). Misalnya, wilayah
penelitian kita ada di Kelurahan Gunung Sampah, yang terdiri dari 10 RW, maka kita
dapat memilih beberapa RW secara random untuk dijadikan wilayah penelitian
dengan konsekuensi seluruh penduduk sasaran di RW itu harus dijadikan sampel
(responden).
Akan
tetapi jika klasternya besar atau wilayah geografisnya besar, maka pengambilan sampel
tidak cukup hanya satu tahap, melainkan harus beberapa tahap. Dalam keadaan
yang demikian gunakanlah teknik sampling klaster banyak tahap (multistage
cluster sampling). Misalnya kita akan meneliti pendapat seluruh ibu rumah
tangga yang ada di wilayah Kota Bandung tentang konversi bahan bakar minyak
tanah ke gas elpiji. Populasi penelitiannya adalah seluruh ibu rumah tangga
yang ada di Kota Bandung. Kota Bandung kita bagi dulu ke dalam Wilayah Bandung
Timur, Bandung, Barat, Bandung Selatan, dan Bandung Utara. Dari setiap wilayah
itu kita jabarkan lagi pada kecamatan-kecamatan, lalu ambil secara random,
misalnya, dua kecamatan dari setiap wilayah sehingga diperoleh delapan
kecamatan. Apabila kita berhenti sampai di sini, maka seluruh ibu rumah tangga yang
berdomisi di delapan kecamatan terpilih itu adalah sampel penelitian kita.
Tetapi jika kita merasa jumlahnya masih terlalu besar, maka kita boleh
menjabarkan wilayah kecamatan terpilih itu menjadi kelurahan-kelurahan,
sehingga wilayah kecamatan tadi kita jadikan populasi sampling. Dari situ
secara random, misalnya, kita ambil dua kelurahan dri setiap kecamatan
terpilih, sehingga kita memiliki 16 kelurahan sebagai wilayah penelitian dengan
konsekuensi seluruh ibu rumah tangga di 16 kelurahan itu harus dijadikan
responden. Jika dirasakan masih terlalu banyak jumlahnya, kita diperbolehkan
untuk menurunkan lagi wilayah penelitian pada wilayah yang lebih kecil,
misalnya RW, dan seterusnya dengan cara yang sama.
Teknik
Sampling Nonprobabilitas (Teknik Sampling Nonrandom)
Dalam
menentukan sampel dengan menggunakan taknik sampling nonrandom, tidak
menggunakan prinsip kerandoman (prinsip teori peluang). Dasar penentuannya
adalah pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti atau dari penelitian.
Sebagai konsekuensinya, teknik sampling nonrandom ini tidak dapat digunakan
apabila penelitian kita dirancang sebagai sebuah penelitian eksplanatif yang
akan menguji hipotesis tertentu, misalnya penelitian korelasional, karena
rumus uji statistik inferensial tidak dapat diterapkan untuk data yang berasal
dari sampel nonrandom. Teknik sampling ini secara luas sering digunakan untuk
penelitian-penelitian eksploratif atau penelitian deskriptif.
Ada
beberapa jenis sampel nonrandom yang sering digunakan dalam penelitian sosial/penelitian
komunikasi, di antaranya adalah:
1. Sampel Aksidental (accidental sampling). Sampel
ini sering disebut sebagai sampel kebetulan yang pengambilannya didasarkan pada
pertimbangan kemudahan bagi peneliti (bukan penelitian), sehingga sampel ini sering
kali disebut convenience sampling atau sampel keenakan. Orang-orang ilmu
statistika bahkan menyebutnya sebagai sampel kecelakaan, karena saking tidak
representatifnya sampel tersebut. Sebisa mungkin, hindari untuk menggunakan
sampel ini, jika kesimpulan penelitian kita ingin memperoleh kemampuan
generalisasi yang tepat.
2. Sampel Kuota (quota sampling). Teknik sampling
kuota merupakan teknik sampling yang sejenis dengan teknik sampling strata.
Perbedaannya adalah ketika mengambil sampel dari setiap strata tidak
menggunakan cara-cara random, tetapi menggunakan cara-cara kemudahan
(convenience). Caranya, tentukan ukuran sampel dari masing-masing strata lalu
teliti siapa sejumlah orang yang sesuai dengan ukuran sampel yang ditentukan
tadi, siapa saja asal berasal dari strata tersebut.
3. Sampel Purposif (purposeful sampling). Teknik ini
disebut juga judgemental sampling atau sampel pertimbangan bertujuan.
Dasar penetuan sampelnya adalah tujuan penelitian. Sampel ini digunakan jika
dalam upaya memperoleh data tentang fenomena atau masalah yang diteliti
memerlukan sumber data yang memilki kualifikasi spesifik atau kriteria khusus
berdasarkan penilaian tertentu, tingkat signifikansi tertentu. Misalnya, untuk
meneliti kualitas cerita Film Ayat-ayat Cinta kita memerlukan reponden yang
memiliki kualifikasi komptensi dalam bidang perfilman atau bidang komunikasi.
Maka sampelnya adalah para kritikus film, para dosen produksi film, para ahli
sinematografi, dan lain-lain.
Beberapa
Masalah dalam Penelitian yang Berkaitan dengan Sampel
Dalam
setiap penelitian, tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi permasalahan atau
penyimpangan. Besarnya penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam suatu
penelitian, tergantung pada sifat penelitian itu sendiri. Ada penelitian yang
dapat mentolerannsikan penyimpangan yang besar; sebaliknya ada juga penelitian
yang menghendaki penyimpangan yang kecil, sebab penyimpangan yang besar dapat
menimbulkan kesimpulan yang salah.
Dalam
suatu penelitian, ada kemungkinan timbul dua macam penyimpangan, yaitu:
1. Penyimpangan karena Pemakaian Sampel (Sampling Error)
Seandainya
tidak ada kesalahan pada pengamatan, satuan-satuan ukuran, definisi operasinal
variabel, pengolahan data, dan sebagainya, maka perbedaan itu hanya disebabkan
oleh pemakaian sampel. Mudah dimengerti bahwa semakin besar sampelnyang
diambil, semakin kecil pula terjadi penyimpangan. Apabila sampel itu sudah sama
besar dengan populasi, maka penyimpangan oleh pemakaian sampel pasti akan
hilang.
2. Penyimpangan Bukan oleh Pemakaian Sampel (Non-Sampling
Error)
Jenis
penyimpangan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai hal, di antaranya adalah:
- · Penyimpangan karena kesalahan perencanaan. Misalnya karena tidak tepatnya definisi operasional variabel, kriteria satuan-satuan ukuran, dan sebagainya, memberikan peluang penyimpangan atau kesalahan pada hasil penelitian.
- · Penyimpangan karena Penggantian Sampel. Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara sampel yang diteliti dengan sampel yang ditetapkan. Misalnya, seseorang mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai sampel tidak bisa dihubungi pada waktu akan diwawancarai atau diminta untuk mengisi kuesioner, lalu kita menggantinya dengan mahasiswa yang lain.
- · Penyimpangan karena salah tafsir dari petugas pengumpulan data maupun responden, yang dapat menyebabkan jawaban yang diperoleh dari responden menyimpang dari yang sebenarnya.
- · Penyimpangan karena salah tafsir responden. Biasanya disebabkan karena responden sudah lupa akan masalah yang ditanyakan.
- · Penyimpangan karena responden sengaja salah dalam menjawab pertanyaan. Hal ini dapat terjadi jika responden merasa curiga terhadap maksud dan tujuan penelitian, atau mungkin juga responden mempunyai maksud-maksud tertentu secara terselubung.
- · Penyimpangan karena kesalahan pengolahan data, misalnya salah dalam menambahkan, mengalikan, dan sebagainya.
Sementara
itu, masalah yang dihadapi dalam Pembuatan Kerangka Sampling, di antaranya
adalah sebagai berikut:
- Blank Foreign Elements. Yakni jika data populasi yang diperoleh dari sesuatu sumber tidak sesuai dengan kenyataannya di lapangan, sehingga terjadi orang yang sudah terpilih sebagai sampel tidak ditemui di lapangan. Hal ini disebabkan mungkin karena pendataannya yang tidak akurat atau datanya sudah kadaluarsa.
- Incomplete Frame. Ketidaklengkapan kerangka sampling terjadi karena ada unsur populasi (orang) yang seharusnya masuk di dalamnya, justeru tidak tercatat.
- Cluster of Elements. Kerangka sampling yang kita miliki tidak selamanya sama dengan yang kita butuhkan. Misalnya, jika kita ingin meneliti pelajar sekolah dasar yang bertempat tinggal di Kota A, kita tidak akan memperoleh daftarnya, yang kita temukan hanyalah daftar nama sekolah dasar yang ada di Kota A.
Referensi :
1. Jalaluddin Rakhmat, 1995, Metode
Penelitian Komunikasi, Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
2. Arthur Asa Berger, 2000, Media
and Communication Research Methods, Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage
Publications, Inc.
3. Bridget Somekh and Cathy Lewin,
2005, Research Methods in The Social Sciences, London, Thousand Oaks,
New Delhi: Sage Publications, Inc.
4. Masri Singarimbun dan Sofian
Effendi, 1989, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES.
5. Bambang Prasetyo dan Lina
Miftahul Jannah, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi,
Jakarta: P.T. Radjagrafindo Persada.
6. Rachmat Kriyantono, 2006, Teknik Praktis
Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
You might also like:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar