(Habis Gelap terbitlah Terang)
oleh m,awaludin
Ia adalah Abu Sufyan bin
Harits, dan bukan Abu Sufyan bin Harb ayah Mu'awiyah. Kisahnya merupakan kisah
kebenaran setelah kesesatan, sayang setelah benci dan bahagia setelah celaka
.... Yaitu kisah tentang rahmat Allah yang pintu-pintu-nya terbuka lebar, demi
seorang hamba menjatuhkan diri diharibaan-Nya, setelah penderitaan yang
berlarut-larut ... !
Bayangkan, waktu tidak kurang
dari 20 tahun yang dilalui Ibnul Harits dalam kesesatan memusuhi dan memerangi
Islam ... ! Waktu 20 tahun, yakni semenjak dibangkitkan-Nya Nabi saw. sampai
dekat hari pembebasan Mekah yang terkenal itu. Selama itu Abu Sufyan menjadi
tulang punggung Quraisy dan sekutu-sekutunya, menggubah syair-syair untuk
menjelekkan serta menjatuhkan Nabi, juga selalu mengambil bagian dalam
peperangan yang dilancarkan terhadap Islam.
Saudaranya ada tiga orang,
yaitu Naufal, Rabi'ah dan Abdullah, semuanya telah lebih dulu masuk Islam. Dan
Abu Sufyan ini adalah saudara sepupu Nabi, yaitu putera dari pamannya, Harits
bin Abdul Mutthalib. Di samping itu ia juga saudara sesusu dari Nabi karena
selain beberapa hari disusukan oleh ibu susu Nabi, Halimatus Sa'diyah.
Pada suatu hari nasib mujurnya
membawanya kepada peruntungan membahagiakan. Dipanggilnya puteranya Ja'far dan
dikatakannya kepada keluarganya bahwa mereka akan bepergian. Dan waktu
ditanyakan ke mana tujuannya, jawabnya ialah:
"Kepada Rasulullah, untuk
menyerahkan diri bersama beliau kepada Allah Robbul'alamin .. . !"
Demikianlah ia melakukan
perjalanan dengan mengendarai kuda, dibawa oleh hati yang insaf dan sadar ....
Di Abwa' kelihatan olehnya
barisan depan dari suatu pasukan besar. Maklumlah ia bahwa itu adalah tentara
Islam yang menuju Mekah dengan maksud hendak membebaskannya. Ia bingung
memikirkan apa yang hendak dilakukannya. Disebabkan sekian lamanya ia menghunus
pedang memerangi Islam dan menggunakan lisannya untuk menjatuhkannya, mungkin
Rasulullah telah menghalalkan darahnya, hingga ia bila tertangkap oleh salah
seorang Muslimin, ia langsung akan menerima hukuman qishas. Maka ia harus
mencari akal bagaimana caranya lebih dulu menemui Nabi sebelum jatuh ke tangan
orang lain.
Abu Sufyan pun menyamar dan
menyembunyikan identitas dirinya. Dengan memegang tangan puteranya Ja'far, ia
berjalan kaki beberapa jauhnya, hingga akhirnya tampaklah olehnya Rasulullah
bersama serombongan shahabat, maka ia menyingkir sampai rombongan itu berhenti.
Tiba-tiba sambil membuka tutup mukanya, Abu Sufyan menjatuhkan dirinya di
hadapan Rasulullah. Beliau memalingkan muka daripadanya, maka Abu Sufyan
mendatanginya dari arah lain, tetapi Rasulullah masih menghindarkan diri
daripadanya.
Dengan serempak Abu Sufyan
bersama puteranya berseru:
"Asyhadu alla ilaha
illallah. Wa-asyhadu anna Muhammadar Rasulullah . Lalu ia menghampiri Nabi saw.
seraya katanya: "Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai
Rasulullah".
Rasulullah pun menjawab:
"Tiada dendam dan tiada
penyesalan, wahai Abu Sufyan!"
Kemudian Nabi menyerahkannya
kepada Ali bin Abi Thalib, katanya: -- "Ajarkanlah kepada saudara sepupumu
ini cara berwudlu dan sunnah, kemudian bawa lagi ke sini".
Ali membawanya pergi, dan
kemudian kembali. Maka kata Rasulullah: "Umumkanlah kepada orang-orang
bahwa Rasulullah telah ridla kepada Abu Sufyan, dan mereka pun hendaklah ridla
pula…!"
Demikianlah hanya sekejap
saat…! Rasulullah bersabda:
"Hendaklah kamu
menggunakan masa yang penuh berkah…!" Maka tergulunglah sudah masa-masa
yang penuh kesesatan dan kesengsaraan, dan terbukalah pintu rahmat yang
tiada terbatas....
Abu Sufyan sebetulnya hampir
saja masuk Islam ketika melihat sesuatu yang mengherankan hatinya ketika perang
Badar, yakni sewaktu ia berperang di pihak Quraisy. Dalam peperangan itu, Abu
Lahab tidak ikut serta, dan mengirimkan 'Ash bin Hisyam sebagai gantinya.
Dengan hati yang harap-harap cemas, ia menunggu-nunggu berita pertempuran, yang
mulai berdatangan menyampaikan kekalahan pahit bagi pihak Quraisy.
Pada suatu hari, ketika Abu
Lahab sedang duduk dekat sumur Zamzam bersama beberapa orang Quraisy, tiba-tiba
kelihatan oleh mereka seorang berkuda datang menghampiri. Setelah dekat,
ternyata bahwa ia adalah Abu Sufyan bin Harits.
Tanpa bertangguh Abu Lahab
memanggilnya, katanya: - "Mari ke sini hai keponakanku! Pasti kamu membawa
berita! Nah, ceritakanlah kepada kami bagaimana kabar di sana …!"
Ujar Abu Sufyan bin Harits: -
"Demi Allah! Tiada berita, kecuali bahwa kami menemui suatu kaum yang
kepada mereka kami serahkan leher-leher kami, hingga mereka sembelih sesuka
hati mereka dan mereka tawan kami semau mereka ...! Dan Demi Allah! Aku tak
dapat menyalahkan orang-orang Quraisy Kami berhadapan dengan orang-orang serba
putih mengendarai kuda hitam belang putih, menyerbu dari antara langit dan
bumi, tidak serupa dengan suatu pun dan tidak terhalang oleh suatu pun…!"
-- yang dimaksud Abu Sufyan
dengan mereka ini ialah para malaikat yang ikut bertempur di samping Kaum
Muslimin -
Menjadi suatu pertanyaan bagi
kita, kenapa ia tidak beriman ketika itu, padahal ia telah menyaksikan apa yang
telah disaksikannya?
Jawabannya ialah bahwa
keraguan itu merupakan jalan kepada keyakinan. Dan betapa kuatnya keraguan Abu
Sufyan bin Harits, demikianlah pula keyakinannya sedemikian kukuh dan kuat jika
suatu ketika ia datang nanti .... Nah, saat petunjuk dan keyakinan itu telah
tiba, dan sebagai kita lihat, ia Islam, menyerahkan dirinya kepada Tuhan
Robbul'alamin ... !
Mulai dari detik-detik
keislamannya, Abu Sufyan mengejar dan menghabiskan waktunya dalam beribadat dan
berjihad, untuk menghapus bekas-bekas masa lain dan mengejar ketinggalannya
selama ini....
Dalam peperangan-peperangan
yang terjadi setelah pempembebasan Mekah ia selalu ikut bersama
Rasulu!lah. Dan di waktu perang Hunain orang-orang
musyrik memasang perangkapnya dan menyiapkan
satu pasukan tersembunyi, dan dengan tidak diduga-duga
menyerbu Kaum Muslimin hingga barisan mereka
porak poranda.
Sebagian besar tentara
Islam cerai berai melarikan diri, tetapi Rasulullah
tiada beranjak dari kedudukannya, hanya
berseru: "Hai manusia
... ! Saya ini Nabi dan tidak dusta...
! Saya adalah putra Abdul Mutthalib ...
!"
Maka pada saat-saat
yang maha genting itu, masih ada beberapa
gelintir shahabat yang tidak kehilangan akal
disebabkan serangan yang tiba-tiba itu. Dan di
antara mereka terdapat Abu Sufyan bin Harits
dan puteranya Ja'far.
Waktu itu Abu
Sufyan sedang memegang kekang kuda Rasulullah.
Dan ketika dilihatnya apa yang terjadi,
yakinlah ia bahwa kesempatan yang dinanti-nantinya
selama ini, yaitu berjuang fi sabilillah sampai
menemui syahid dan di hadapan Rasulullah, telah
terbuka. Maka sambil tak lepas memegang
tali kekang dengan tangan kirinya, ia menebas
batang leher musuh dengan tangan kanannya.
Dalam pada itu
Kaum Muslimin telah kembali ke medan
pertempuran sekeliling Nabi mereka, dan akhirnya
Allah memberi mereka kemenangan mutlak.
Tatkala suasana sudah
mulai tenang, Rasulullah melihat berkeliling ....
Kiranya didapatinya seorang Mu'min sedang
memegang erat-erat tall kekangnya. Sungguh rupanya
semenjak berkecamuknya peperangan sampai selesai, orang
itu tetap berada di tempat itu dan tak
pernah meninggalkannya.
Rasulullah menatapnya
lama-lama, lalu tanyanya: "Siapa ini ...
? Oh, saudaraku, Abu Sufyan bin Harits...
!" Dan demi didengarnya Rasulullah
mengatakan "saudaraku", hatinya bagaikan terbang
karena bahagia dan gembira. Maka diratapinya
kedua kaki Rasulullah, diciuminya dan dicucinya
dengan air matanya ....
Ketika itu bangkitlah
jiwa penyairnya, maka digubahnya pantun menyatakan
kegembiraan atas keberanian dan taufik yang telah dikaruniakan
Allah kepadanya: -
"Warga Ka'ab dan
'Amir sama mengetahui
Di pagi hari Hunain ketika barisan telah cerai berai
Bahwa aku adalah seorang ksatria berani mati
Menejuni api peperangan tak pernah nyali
Semata mengharapkan keridla;in Ilahi
Yang Maha Asih dan kepada-Nya sekalian urusan akan kembali".
Di pagi hari Hunain ketika barisan telah cerai berai
Bahwa aku adalah seorang ksatria berani mati
Menejuni api peperangan tak pernah nyali
Semata mengharapkan keridla;in Ilahi
Yang Maha Asih dan kepada-Nya sekalian urusan akan kembali".
Abu Sufyan menghadapkan
dirinya sepenuhnya kepada ibadat. Dan sepeninggal
Rasulullah saw. ruhnya mendambakan kematian agar dapat
menemui Rasulullah di kampung akhirat.
Demikianlah walaupun nafasnya masih turun naik,
tetapi kematiantetap menjadi tumpuan hidupnya...
!
Pada suatu hari,
orang melihatnya berada di Baqi' sedang
menggali lahad, menyiapkan dan mendatarkannya. Tatkala
orang-orang menunjukkan keheranan mereka, maka katanya:
"Aku sedang menyiapkan
kuburku ....".
Dan setelah tiga
hari berlalu, tidak lebih, ia terbaring
dirumahnya sementara keluarganya berada di sekelilingnya
dan sama menangis. Dengan hati puas dan
tenteram dibukanya matanya melihat mereka, lalu
katanya: -- "Janganlah daku ditangisi, karena
semenjak masuk Islam tidak sedikit pun
daku berlumur dosa...!"
Dan sebelum: Kepalanya
terkulai di atas dadanya, diangkatkannya sedikit
keatas seolah-olah hendak menyampaikan selamat tinggal
kepada dunia fana ini ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar