A.
NU DAN TRADISI
ASWAJA (STUDY PERAN PENGURUSCABANG NU LOMBOK BARAT DALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI
KEAGAMAAN DI KALANGAN WARGA NU)
B.
Kontek
Penelitian
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi secara resmi berdiri di Surabaya
pada tanggal 31 Januari 1926, oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para tokoh ulama
tradisional dan usahawan di Jawa Timur, yang dilatar belakangi oleh reaksi atas
perkembangan moderenisme islam yang tarik menarik antara perkembangan politik
Timur Tengah dengan dinamika gerakan
islam di Tanah Air. Reaksi ini dimaksudkan merupakan sikap protes dari
tokoh – tokoh islam yang menyatakan diri sebagai penganut AhluSunnah Wal
Jamaah (ASWAJA), dimana pada akar-akarnya reaksi itu berdimensi
ideologis-kultural.[1]
Seringkali dinyatakan
bahwa NU dirikan oleh Kiyai tradisionalis yang menyaksikan posisi mereka
terancam dengan munculnya Islam reformis. pengaruh Muhammadiyah dan Serikat
Islam yang semakin meluas telah memarjinalisasikan Kiyai, yang sebelumnya
merupakan satu- satunya pemimpin dan juru bicara komunitas muslim, dan ajaran
kaum pembaharu yang sangat melemahkan legitimasi mereka.[2]
Pada awalnya
organisasi NU masuk di Lombok dilakukan oleh para petani yang berasal dari
Lombok yang melakukan perjalanan pulang pergi yang menjual hasil pertaniannya
ke Surabaya dan dilakukan pula oleh para saudagar pakaian pada waktu itu
sehingga pada tahun 1926 di daerah Lombok telah ada anggota NU, diantaranya
adalah. M. Gani dari Ampenan, Ustaz Sayid Hasyim al-Jufri dari Ampenan, Syaid
Ahmad Alkaf dari Ampenan, H, Suhaimi dari Ampenan, dan H. Mansyur dari Mataram.[3]
NU di Lombok (
NTB ) sebenarnya melanjutkan faham Ahlusunnah Waljamaah yang diajarkan atau
dikembangkan oleh para Ulama yang biasa disebut dengan “ Tuan Guru “ seperti
yang diajarkan oleh TGH Umar Buntimbe Penujak yang makamnya di Tiwu Biras
Praya, TGH Muhammad Shiddiq Karang Kelok, TGH Umar Kelayu, TGH Abdul Hamid
Pagutan, TGH Muhammad Asy’ari Sekarbele, TGH Muhammad Amin Pejeruk, TGH
Muhammad Rais Sekarbele, TGH Hamid Al- Makki Pejeruk, TGH Lalu Muhammad Saleh
Lopan dan ulama-ulama di lingkungan Habib( Hubaib ) yang biasa disebut dengan
sebutan “ Tuan sayyid “ atau “ Yek ” yang ada di Lombok dan para ulama yang
lain, semua Tuan Guru tersebut rata-rata bermazhab Syafi’i dalam ilmu fiqih (
Hukum Isam ), beraqidah Ahlusunnah Waljamaah
menurut pemahaman Imam Abul Hasan
al-Asy’ari dan bertasawuf menurut Imam Junaidi al- Baghdadi dan Imam Abul Hamid
al- Ghazali.[4]
Seiring dengan
perjalanan waktu NU terus berkembang hingga setiap penjuru nusantara bahkan
sampai ke pelosok desa yang ada di pulau Lombok, itu semua terlihat dari
semakin banyaknya oraganisasi- oraganisasi yang berada di bawah naungan
Nahdlatul Ulamaq ( NU ). Salah satu diantara yang ada yaitu keberadaan
organisasi NU yang ada di wilayah Desa Bajur, Bengkel, dan Merembu kecamatan
Labuapi Lombok Barat.
Sejak dahulu
warga masyarakat yang ada di wilayah Desa Bajur, Bengkel, dan Merembu sudah ditanamkan dengan ajaran – ajaran Ahlussunah
Waljamaah yang menjadi ajaran dari
NU sendiri. Hal ini bisa terjadi kerena keberadaan dari Pondok Pesantern Darul Qur’an yang di pimpin Oleh
TGH. Muhammad Saleh Hambali, sedangkan NU masuk ke Desa Bajur Karena keberadaan
Pondok Pesantren Darul Falah yang ada di Pagutan Kota Mataram yang di pimpin
TGH Abhar Muhiddin, Serta Pondok
Pesanteren NU Abhariyah yang ada di Desa Trong Tawah di bawah asuhan TGH Ulul
Azmi, yang sekarang menjadi Ro’is Syuriah NU Lombok Barat, keberadaan pondok pesanteren NU ini yang selalu menyebarkan ajaran-ajaran tentang
Aswaja sehingga masyarakat yang ada di desa tersebut dan di lombok pada umumnya
sudah memahami dan mengetahui akan ajaran – ajaran Aswaja yang ada dalam Nahdlatul
Ulama dari sejak dahulu.
Tetapi disatu
sisi,munculnya oraganisasi–organisasi keagamaan atau aliran – aliran yang
berdiri pada saat ini dimana antaranya muncul Aliran Wahabi. Gerakan ini di
wariskan oleh seseorang yang bernama Muhammad
Abd Al- Wahab ( 1703-1787 ), yang berupaya melakukan pemurnian ajaran
islam, karena ia menganggap bahwa ajaran sufisme telah menciptakan kemerosotan
dikalangan umat islam, telah menyelewengkan
ajaran islam, termasuk serangan terhadap ajaran- ajaran dari empat
imam/mazhab.[5]
Pada tahun
2001 aliran Wahabi ini hadir di kalangan masyarakat Bajur. Dengan masuknya
aliran ini membuat permasalahan dan konflik pemahaman aliran di masyarakat, hal
itu disebabkan kerena masyarakat tidak menerima adanya perubahan atau perbedaan
terhadap ajaran Aswaja yang ada di wilayahnya. Selanjutnya pada tahun 2010
munculnya aliran Dakwah Islamiyah ( Da’i ) Jamaah Tabliq juga menjadi
permasalahan yang paling urgen bagi
masyarakat kerena dengan muncul nya aliran itu banyak masyarakat yang menjadi
penganut dari aliran Da’i, yang sesunguhnya aliran itu sangat bertentangan
dengan ajaran-ajaran Aswaja yang telah
di dakwahkan oleh NU. Sehingga dampak dari munculnya aliran-
aliran tersebut adalah terjadinya perpecahan diantara masyarakat. Karena ada
masyarakat yang berpegang teguh pada ajaran NU dan sebagian lagi ada masyarakat
yang kurang memahami ajaran NU sehingga mereka masuk kedalam aliran organisasi
tersebut.[6]
Masuknya
beberapa warga masyarakat Bajur kedalam aliran yang baru seperti Wahabi atau
Jama’ah Tablig tentunya memberikan perubahan terhadap tatanan ajaran yang sudah
berkembang di masyarakat, serta mampu mengikis tradisi – tradisi ajaran NU yang
sudah di budayakan bahkan menjadi ciri khas dari warga NU sendiri, dimana
diantaranya tradisi yang ada dalam NU sendiri seperti ajaran Thariqat, Zikiran,
Rowah, dan Memperingati Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Jika ajaran- ajaran
Wahabi ataupun Jamaah Tabliq berkembang di desa Bajur maka tentunya tradisi –
tradisi yag ada di masyarakat NU itu akan sedikit demi sedikit akan punah,
karena ajaran yang di bawa oleh Wahabi atau Jama’ah Tabliq Menganggap Bid’ah (
Perbuatan yang tidak pernah di perbuat oleh nabi ) bahkan sampai mengharamkan terhadap apa yang menjadi teradisi oleh warga
NU tersebut.
Bahkan dalam
sebuah situs blog diungkapkan akan hilang nya atau terkuburnya NU Sendiri
“Lebih jauh
Kiai Tholabudin mengatakan, bisa jadi dalam 10 tahun mendatang tradisi NU
seperti tahlilan, marhaban, dan Rajaban akan hilang. "Hal itu disebabkan
kaum NU sendiri tak peduli dengan tradisi-tradisinya yang telah diwariskan alim
ulama sebelumnya," ucapnya[7]
Dengan berkembangnya organisasi
–organisasi seperti Wahabi dan Dakwah Islamiyah/ Jama’ah Tablig, tentunya
menjadi tantangan bagi organisasi NU sendiri untuk terus berusaha
mempertahankan ajaran Aswaja dan tradisi
yang sudah mendarah daging pada masyarakat yang ada di lombok barat
Melihat dari
uraian diatas tentang permasalahan yang
ada, maka dari itulah peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang “
NU DAN TRADISI ASWAJA” ( Study Peran Pengurus
Cabang NU PC Lombok Barat Dalam Mempertahankan Tradisi Keagamaan Di
Kalangan Warga NU )
C.
Fokus
Penelitian
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka yang akan menjadi fokus penelitian yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah.
a.
Bagaimanakah
bentuk-bentuk tradisi keagamaan di kalangan warga NU ?
b.
Bagaimana
peran pengurus cabang NU Lombok Barat dalam mempertahankan tradisi keagamaan di
kalangan warga NU?
D.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
Dalam
hal ini tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui serta
mendiskripsikan bagaimana bentuk
tradisi-tradisi keagamaan di kalangan warga NU yang ada di Lombok Barat. Selain
itu juga, tujuan dari penelitian ini yaitu, peneliti berusaha untuk mengetahui
dan mendiskripsikan tentang bagaimana peran dari pengurus cabang NU Lombok
Barat dalam upaya
mempertahankan tradisi keagamaan di kalangan warga NU
yang berhaluan Ahlusunnah Waljamaah yang
sudah berkembang dikalangan warga NU sampai saat sekarang ini.
2. Manfaat
Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara
toeritis manfaat penelitian ini harapkan natinya akan bisa memberikan
pengembangan keilmuan dan serta memberikan pemahaman yang baru terhadap tradisi
atau budaya yang ada di dalam
Nahdlatul ulama sendiri. Serta bisa menjadi acuan bagi peneliti – peneliti yang
lainnya di masa yang akan datang.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan
bisa diaplikasikan atau bahkan diterapkan dalam kelembagaan, baik dari lembaga
Organisasi NU itu sendiri, maupun
lembaga Kampus dalam mempertahankan sesuatu yang sudah berkembang agar tidak
mudah hilang atau musnah karena ada sesuatu hal yang baru.
D. Ruang Lingkup dan Seting
Penelitian
Lokasi
penelitian ini bertempat di Desa Bajur, Merembu, Bengkel, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok
Barat.Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan penelitian kualitatif
yang akan membahas lingkup bagaimana bentuk-bentuk tradisi keagamaan dikalangan
warga NU serta bagaimana perandari keberadaan pengurus cabang NU dalam upaya
mempertahankan tradisi yang sudah berkembang, sementara itu letak Desa Bajur,
Bengkel, dan Merembu diantara perbatasan Kota Mataram dengan Kabupaten Lombok
Barat, membuat masyarakatnya terbawa arus mobilisasi, dan perubahan gaya hidup
serta mudahnya dimasuki oleh faham-faham yang baru.
E.
Telaah Pustaka
Dalam
penelitian yang akan dilakukan ini, peneliti belum menemukan adanya kesamaan
pembahasan dari penelitian-penelitian yang terdahulu. Namun disini peneliti
menemukan adanya kemiripan dari judul maupun pembahasan yang akan peneliti
angkat, yaitu berbicara tentang organisasi keagamaan.
Dalam sekripsi
yang berjudul “ Peran Organisasi
Nahdlatuh Wathan Dalam menigkatkan pengamalan keagamaan di desa Gelogor
Kabupaten Lombok Barat “ tahun 2006 yang di susun oleh Muammar Nim. 153 001 021
alumni IAIN Fakultas dakwah[8]
Dalam sekripsi
ini membahas, tentang organisasi NW menjadi salah satu organisasi perjuangan
yang memperjuangkan agama sebagai landasan berpijak dab bertindak, sehingga NW
makin berkembang dan mendapatkan respon yang positif dari masyarakat sekitar,
semua itu dibuktikan dengan berdirinya lembaga pendidikan NW yang ada di desa
Gelogor Kecamatan kediri kabupaten Lombok barat.
Dalam sekripsi
yang ditulis oleh Muh. Zaenudin yang
berjudul “ PeranThareqat Naqsabandiyah dalam membina perilaku keberagamaan
masyarakat dusun Pepao Timur Desa Lekor Kec. Janaperia Lombok tengah Tahun
2011”. Dalam sekripsinya berbicara tentang peran Thareqat Naqsabandiyah adalah
menigkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt, serta penigkatan amal
ibadah baik ibadah sunnah, maupun ibadah wajib, serta terbentuknya akhlak dan
etika masyarakat pepao timur dan yang dari yang tidak peduli menjadi manusia
yang peduli terhadap sesama manusia ciptaan Allah swt.[9]
Sementra itu
dalam sekripsi yang lainnya yang di tulis oleh Muh. Yasin yang berjudul” Peran
Forum Pemuda Menges Bersatu ( FPMB ) Dalam
Mengatasi Kenakalan Remaja
Di dusun Lelong 1 ( SATU )
Desa Kelebuh Kecamatan
Peraya Tengah Kabupaten
Lombok Tengah “tahun 2011. Dalam
sekripsi ini membahas tentang Aktivitas
peran FPMB dalammengatasi kenakalan remaja di dusun lelong 1 secara umum
dilakukan melalui empat jenis kegiatan dinataranya kegiatan di bidang
keagamaan, meliputi kegiatan yasinan, kegiatan membaca alqur’an secara
berkelompok , dan kegiatan pengajian/siraman rohani,kegiatan di bidang pendidikan
(membentuk TPQ yang diberi nama TPQ
AL-IKHLAS yang di kelola langsung oleh ( FPMB ) dan dalam kegiatan sosial
keagamaan, yatu berupa gotong royong dalam kegiatan begawe pada acara
pernikahan remaja.[10]
Dari ketiga
penelitian yang sudah dilakukan di atas, terdapat banyak perbedaan dari judul
maupun pembahasan yang akan peneliti angkat disini baik dari judul, lokasi
penelitian, maupun dari pembahasan yang akan di bahas dalam penelitian ini
- Kerangka Teoritik
1.
Sejarah
Nahdlatul Ulama
a.Sejarah
berdirinya NU
Nahdlatul Ulama adalah organisasi sosial
keagamaan (jam’iyah diniyah islamiah) yang berhaluan Ahli Sunnah
wal-Jamaah . Organisasi ini didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 oleh K.H.
Hasyim Asy’ari beserta para tokoh ulama tradisional dan usahawan di Jawa Timur.
Sejak awal K.H. Hasyim Asy’ari duduk sebagai pimpinan dan tokoh agama terkemuka
di dalam NU.
Tetapi tidak diragukan bahwa penggerak
di balik berdirinya organisasi NU adalah
Kiai Wahab Chasbullah putra Kiai Chasbullah dari Tambakberas Jombang.
Pada tahun 1924 Kiai Wahab Chasbullah mendesak gurunya K.H. Hasyim Asy’ari agar
mendirikan sebuah organisasi yang mewakili kepentingan-kepentingan dunia
pesantren. Namun ketika itu pendiri pondok pesantren Tebu Ireng K.H. Hasyim
Asy’ari tidak menyetujuinya.
Rapat pembentukan NU diadakan di kediaman Kiai
Wahab dan dipimpin oleh Kiai Hasyim. September 1926 diadakanlah muktamar NU
yang untuk pertama kalinya yang diikuti oleh beberapa tokoh. Muktamar kedua
1927 dihadiri oleh 36 cabang. Kaum muslim reformis dan modernis berlawanan
dengan praktik keagamaan kaum tradisional yang kental dengan budaya lokal.
Kaum puritan yang lebih ketat di antara
mereka mengerahkan segala daya dan upaya untuk memberantas praktik ibadah yang
dicampur dangan kebudayaan lokal atau yang lebih dikenal dengan praktik ibadah yang bid’ah. Kaum
reformis mempertanyakan relevansinya bertaklid kepada kitab-kitab fiqh
klasik salah satu mazhab. Kaum reformis menolak taklid dan menganjurkan kembali
kepada sumber yang aslinya yaitu Alquran dan hadis yaitu dengan ijtihad para
ulama yang memenuhi syarat dan sesuai
dengan perkembangan zaman.
Kaum reformis juga menolak konsep-konsep
akidah dan tasawuf tradisional yang dalam formatnya dipengaruhi oleh filsafat
Yunani pemikiran agama dan kepercayaan lainnya, bagi banyak kalangan ulama
tradisional kritikan dan serangan dari kaum reformis itu tampaknya dipandang
sebagai serangan terhadap inti ajaran Islam.
Di sisi lain berdirinya NU dapat dikatakan sebagai
ujung perjalanan dari perkembangan gagasan-gagasan yang muncul di kalangan ulama di perempat abad
ke-20. Berdirinya NU diawali dengan lahirnya Nahdlatul Tujjar yang
muncul sebagai lambang gerakan ekonomi pedesaan disusul dengan munculnya Taswirul Afkar sebagai
gerakan keilmuan dan kebudayaan dan Nahdlatul Wathon sebagai gerakan
politik dalam bentuk pendidikan.
Dengan demikian bangunan NU didukung oleh tiga pilar
utama yang bertumpu pada kesadaran keagamaan. Tiga pilar tersebut adalah wawasan ekonomi kerakyatan; wawasan keilmuan
dan sosial budaya; dan wawasan kebangsaan. NU menarik massa dengan sangat cepat
bertambah banyak. Kedekatan antara kiai panutan umat dengan masyarakatnya dan tetap memelihara tradisi di
dalam masyarakat inilah yang membuat organisasi ini berkembang sangat cepat
lebih cepat dari pada
organisasi-organisasi keagamaan yang ada
di Indonesia.
Setiap kiai
membawa pengikutnya masing-masing yang terdiri dari keluarga-keluarga para
santrinya dan penduduk desa yang biasa didatangi untuk berbagai kegiatan keagamaan. Dan para santri
yang telah kembali pulang ke desanya setelah belajar agama di pondok pesantren
juga memiliki andil besar dalam perkembangan organisasi ini atau paling tidak
memiliki andil di dalam penyebaran dakwah Islam dengan pemahaman khas NU.
Pada tahun 1938 organisasi ini sudah mencapai 99
cabang di berbagai daerah. Pada tahun 1930-an anggota NU sudah mencapai ke
wilayah Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan dan Sumatra Selatan. Kini organisasi
NU menjadi organisasi terbesar di Indonesia yang tersebar di seluruh Provinsi
bahkan sekarang telah berdiri cabang-cabang NU di negara-negara lain. Hubungan
dengan kaum pembaru yang sangat tegang pada tahun-tahun awal
berdirinya NU secara bertahap diperbaiki.
Pada muktamar
ke-11 di Banjarmasin Kiai Hasyim Asy’ari mengajak umat Islam Indonesia agar
menahan diri dari saling melontarkan kritik sektarian dan mengingatkan bahwa
satu-satunya perbedaan yang sebenarnya hanyalah antara mereka yang beriman dan
yang kafir.[11]
b.
Tujuan Kepengurusan N U
1). Tujuan
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah
waljama’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2) Usaha
a)
Di bidang agama, melaksanakan dakwah
Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat
persatuan dalam perbedaan.
b)
Di bidang pendidikan, menyelenggarakan
pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang
bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya
Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai
daerah khususnya di Pulau Jawa.
c)
Di bidang sosial budaya, mengusahakan
kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan
kemanusiaan.
d)
Di bidang ekonomi, mengusahakan
pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan
berkembangnya ekonomi rakyat, hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan
Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
e)
Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat
bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi
masyrakat.
3) Struktur kepengurusan
a)
Pengurus Besar (tingkat Pusat)
b)
Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
c)
Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota)
atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri
d)
Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC
(tingkat Kecamatan)
e)
Pengurus Ranting (tingkat Desa /
Kelurahan)
Untuk
Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri
dari:
1.
Mustayar (Penasihat)
2.
Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk
Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
1.
Syuriyah (Pimpinan tertinggi) 2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)
4). Jaringan
Hingga
akhir tahun 2000, jaringan organisasi NU meliputi:
a)
33 Wilayah. 439 Cabang.15 Cabang
Istimewa yang berada di luar negeri. 5.450 Majelis Wakil Cabang / MWC. 47.125
Ranting.
2.
Sejarah Ahlusunnah Wal Jama’ah
a. Lahirnya Ahlussunnah Wal Jama’ah
Ahlussunnah
wal Jama’ah merupakan akumulasi pemikiran keagamaan dalam berbagai bidang yang
di hasilkan para ulama untuk menjawab persoalan yang muncul pada zaman
tertentu. Karenanya proses terbentuknya Ahlusunnah waljama’ah sebagai suatu
faham atau mazhab membutuhkan jangka waktu yang panjang. seperti diketahui,
pemikiran keagamaan di berbagai bidang, seperti, ilmu tauhid, fiqih, dan ilmu
tasawuf terbentuk tidak dalam satu masa, tetapi muncul bertahap dan dalam waktu
yang berbeda.[12]
Sebenarnya sistem pemahaman islam
menurut Ahlusunnah Wal Jama’ah hanya merupakan kelangsungan dari desain yang
dilakukan sejak zaman Rasulullah S.A.W dan Khulafaur-rasyidin. Namun sistem ini
menonjol setelah lahirnya madzhab Mu’tazilah pada abad ke II H.[13]
b. Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah
Ahlussunnah
Waljama’ah adalah mereka yang menempuh seperti apa yang pernah di tempuh oleh
Rasulullah dan para sahabatnya, disebut Ahlussunah, ialah karena kuatnya
(mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi Muhammad dan
para sahabatnya.
Ahlun
bermakna: 1 Keluarga (Ahlul bayt, keluarga rumah tangga) 2 Pengikut (Ahlussunnah,
pengikut sunnah) 3 Penduduk (Ahlul Jannah, penduduk surga
As-Sunnah menurut bahasa (etimologi)
adalah jalan atau cara apakah jalan itu baik atau buruk.
Sedangkan menurut ulama aqidah(
terminology) As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh
Rasulullah dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, I’tiqad (keyakinan), perkataan,
maupun perbuatan, dan ini adalah As-
Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang
menyalahinya akan dicela.[14]
Disebut Al-Jama’ah, karena
mereka bersatu diatas kebenaran tidak mau berpecah-pecah dalam urusan agama,
berkumpulnya dibawah kepemiminan para imam (yang berpegang) al-haq (kebenaran),
tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi
kesepakatan Salaful Ummah
Jama’ah menurut
ulama’aqidah (terminiologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, kalangan
Sahabat, Tabi’in,Tabiut Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan
hingga hari kiamat, kerena berkumpul diatas kebenaran.[15]
Jadi,
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat karakter mengikuti
sunnah Nabi Muhammad saw dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah
dalam agama.[16]
KH. Muhyidin dalam bukunya
memberikan pengertian bahwa Ahlusunnah Waljama’ah merupakan ajaran yang
mengikuti semua yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.[17]
Karena mereka adalah orang yang ittiba’(
mengikuti) kepada sunnah Rasul dan mengikuti Atsar (jejak salaful ummah),
mereka juga disebut Ahlul hadist, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’.
Disamping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-tha-ifatul Manshurah
(golongan yang mendapatkan pertolongan Allah), Al- Firqatun Naajiyah (
golongan orang yang selamat). Gharabaa’( Orang asing)
ajaran ini bersumber dari Al-
Qur’an , As-Sunnah, Ijmaq ( Keputusan Para Ulama ) dan Qiyas ( Kasus-kasus yang
ada didalam Al-qur’an dan Hadist ). Secara rinci ajaran itu di kutip oleh Marijan dan KH. Mustofa Bisri ada tiga substansi yaitu. 1. Dalam bidang
hukum islam menganut salah satu ajaran empat mazhab ( Hanafi, Maliki,
Hambali, dan Syafi.i ) dalam ajaran ilmu Tauhid ( Ketuhanan ) menganut
ajaran Imam Abu Hasan Asy’ari dan Imam Mansyur AL- Mathurudi. Sedangkan
dalam ilmu Tasawuf menganut dasar- dasar ajaran Imam Abul Qasim Al-
Junaidi.
3. Tradisi Nahdlatul Ulama
a.
Pengertian Tradisi
Tradisi
(Bahasa
Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang
paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi
bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,
biasanya dari suatu negara,
kebudayaan,
waktu,
atau agama
yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi
yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali)
lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah .
Dalam pengertian lain tradisi adalah
adat-istiadat atau kebiasaan yang turun temurun yang masih dijalankan di
masyarakat. Dalam suatu masyarakat muncul semacam penilaian bahwa cara-cara
yang sudah ada merupakan cara yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan. Biasanya
sebuah tradisi tetap saja dianggap sebagai cara atau model terbaik selagi belum
ada alternatif lain.[18]
b. Tradisi Nadlatul Ulama
Pada
dasarnya tradisi NU adalah tradisi pesantren yang mengutamakan kezuhudan (kesederhanaan),
muruah, andap-asor dan sopan-santun dan tatak rama kepesantrenan yang sudah
lazim berlaku. Oleh karena itulah seburuk apapun dalam berorganisasi, sosial
maupun politik kelihatan warga NU masih mengikuti tradisi tersebut, walaupun
sering kalah dalam permainan taktis, tetapi menang dalam perspektif pelembagaan
politik demokratis.
Dengan
adanya potensi tradisi semacam itu maka kita optimis ketegangan yang terjadi di
kalangan para elite pimpinan NU saat ini bisa diatasi. Tentu saja bukan
penyelesaian permukaan yang diharapkan, tetapi persoalan ditangani secara
mendasar, agar ishlah yang dicapai bisa abadi. Semuanya itu bisa tercapai bila
semua warga NU mau kembali ke tradisi NU sendiri, sebab kita lihat belakangan
ini dua tradisi luar mulai menggerogoti tubuh NU yaitu pemikiran Islam
fundamentalis, yang puritan anti tradisi NU yang toleran, pluralis, di sisi
lain muncul tradisi liberal yang berusaha mengobrak-abrik seluruh tatanan NU,
sejak dari cara berpikir hingga bersikap sehingga menolak segala tatakrama
keNUan sebagaimana yang sudah menjadi konvensi warga NU, maupun yang dituangkan
dalam khittah NU.[19]
Sebuah pesantren paling tidak terdiri dari rumah kiai, sebuah mesjid, dan asrama-asrama untuk para santri. Sebagian santri berasal dari desa tetangga dan kembali ke rumah setiap hari setelah pelajaran usai. Namun, para santri senior cenderung berasal dari tempat-tempat yang jauh banyak santri dan orang tua merekayang nampaknya lebih menyukai pesantren yang jauh daripada pesantren yang dekat. Kebanyakan santri biasanya membayar sejumlah biaya tertentu; sebagian yang lainnya memperoleh hak untuk tinggal di pesantren tersebut dengan bekerja di ladang atau rumahtangga kiainya. Biaya pendidikannya biasanya jauh dari mencukupi kehidupan kiai dan perawatan pesantren, tetapi kebanyakan kiai mempunyai berbagai sumber pendapatan yang lain. Kebanyakan mereka memiliki tanah pertanian atau berdagang kecil-kecilan, dan hampir semuanya secara teratur menerima berbagai hadiah dari para pengikut setianya yang kaya.[20]
c. Bentuk-Bentuk Tradisi NU
Salah satu cirri dari yang paling dasar dari Aswaja Adalah mederat (tawassut), sikap ini tidak hanya mampu menjaga para pengikut Aswaja dari keterperosotan kepada perilaku keagamaan yang ekstrim, tapi juga mampu melihat dan menilai fenomena kehidupan secara proporsional.
Menghadapi budaya atau tradisi, ajaran Aswaja mengacu kepada salah satu kaidah fiqih yang berbunyi”
المحا فظة على القديم الصالح والأحذ با لجديد الأصلح
“ Al-muhafazhah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al ashlah “ ( mempertahankan kebaikan warisan masa lalu dan mengkreasikan hal baru yang lebih baik).[21]
Semua pihak tampaknya sangat setuju bahwa NU perlu dikembalikan pada tradisinya sendiri, agar NU kembali utuh, karena NU bisa berumur panjang, ketika organisasi besar yang lain yang lahir pada zaman pergerakan sudah pada tumbang. Keuletan dan kelenturan NU dalam menghadapi situasi sosial maupun politik itu, karena NU benar-benar berpegang pada tradisinya sendiri. Bisa disaksikan dalam sejarah bagaimana gigihnya NU berusaha mempertahankan diri dari gempuran fundamentalisme Islam dan gerakan liberalisme yang berbaju humanisme universil pada tahun 1960-an. [22]
Ajaran Muslim pembaharu (Reformis) dan medernis abad ke-19 dan ke-20 berlawanan dengan seluruh bangunan kepercayaan dan amalan muslim tradisional. Banyak di antara kepercayaan dan amalan muslim tradisonal dinyatakan bid’ah yang bukan ajaran asli islam, kaum puritan yang lebih ketat di kalangan mereka mengerahkan segala usaha untuk memberantas semua unsur lokal dalam kehidupan keagamaan dan bahkan sampai soal-soal furu’ menjadi pokok perdebatan sengit adalah niat atau ushalli, pelapalan niat ketika memasuki shalat. Menurut kalangan tradisional, niat ini dinyatakan dengan bersuara, tetapi kerena tidak terdapat dalam hadist yang menjadi dasarnya, kaum pembaharu berpendirian bahwa niat tidak dilafakan, hanya di dalam hati.
Keritikan paling keras terhadap amalan tradisional berkaitan dengan hubungan antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah meninggal dunia. Kaum pembaharu menyatakan bahwa kematian berarti berakhirnya komunikasi antara manusia dan upaya-upaya untuk berhubungan dengan arwah yang sudah meninggal dunia, dengan tujuan apapun, merupakan penyimpangan dari ajaran tauhid. Mereka secara tegas menolak kepercayaan kepada pertolongan arwah dan bentuk-bentuk kontak spiritual lainnya, pemujaan wali dikutuk sagai amalan yang bertentangan dengan ajaran islam. Tahlilan, selametan, dan ziarah yang bagi kalangan tradisionalis merupakan amalan keagamaan yang sangat penting. Sedangkan kaum pembaharu mengatakan satu-satunya amalan yang sah yang dapat dilakukan untuk kerabat yang sudah almarhum adalah berdoa secara langsung kepada Allah dan memohon ampunan atas dosa-dosanya.[23]
Maka untuk menjaga atau melawan dari gerakan roformis tersebut maka NU mempunyai bentuk tradisi dalam sikap keberagamaan dan kemasyarakatan Aswaja, yaitu Tawassut dan I’tidal (Tengah-tengah), Tasammuh (Toleran), Tawazzun (Keseimbangan), dan amar ma’ruf nahi munkar ( mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran).[24]
- Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam
penelitian ini menggunakan struktur pendekatan atau desain yang menunjukkan
cara mengumpulkan dan menganalisa data agar penelitian dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien, secara serasi dengan tujuan penelitian. Dalam
melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif, karena
data yang akan diperoleh di lapangan lebih banyak yang bersifat informasi dan
keterangan – keterangan bukan dalam bentuk simbol atau angka.
Peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif karena dengan pendekatan ini tidak
menggunakan banyak proses seperti membuat eksperimen, hitungan dan lain sebagainya.
Namun dalam metode ini hanya mengharapkan data berupa hasil observasi,
wawancara/ dokumentasi. [25]
Dengan
demikian dalam menggunakan penelitian dengan pendekatan kualitatif, peneliti
hanya mengharapkan apa adanya dari ucapan atau tulisan prilaku dari dan
orang-orang yang menjadi subyek penelitian.
Dalam
memaparkan data temuan dalam penelitian ini, peneliti mengemukakan secara
deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-kata semua data yang diperoleh
serta diuraikan secara alamiah (apa adanya).
Metodelogi
kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan
penghayatan (verstehen) metode kualitatif berusaha memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia tertentu
menurut persepektif peneliti sendiri.[26]
2. Kehadiran Peneliti
Untuk
memperoleh data tentang penelitian yang di lakukan dengan menggunakan
penelitian kualitatif, maka peneliti
terjun langsung kelapangan, sebab penelitian tersebut akan lebih banyak
berbicara masalah fenomena-fenomena atau realita di lapangan yang riil adanya.
Kehadiran
peneliti dalam hal ini adalah “key instrument” atau alat penelitian
utama. Dialah mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara tak
berstruktur, untuk lebih mendapatkan
keabsahan data, dan juga manusia sebagai instrumen dapat memahami makna
interaksi antara-manusia, membaca gerak muka, menyelami dan nilai yang
terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat
rekaman atau kamera, peneliti tetap memegang peranan utama sebagai alat
penelitian.[27]
Berkenaan
dengan hal tersebut dalam pengumpulan data peneliti berusaha menciptakan
hubungan yang akrab agar data yang
dihasilkan valid, maka dalam hal ini peneliti harus memperoleh ijin
penelitian dulu dari pihak yang bertanggung jawab sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
Untuk
mendapatkan data yang akurat dan sesuai dengan tujuan penelitian maka
hal-hal yang perlu dilaksanakan oleh peneliti di lapangan penelitian dan
mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait, diantaranya. Ro’is
Syuriyah NU PC. Lombok Barat. Pengurus Tanfiziyah NU. Pengurus Ranting. Serta
Tokoh agama dan Masyarakat yang ada, dan orang-orang yag dibutuhkan
keterangannya berkenaan dengan penelitian ini.
3. Lokasi Penelitian
Kegiatan
pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan di Desa Bajur, Desa Merembu, dan Desa
Bengkel, kecamatan Labuapi Lombok Barat. Karena letak goegrafis serta kedaan
penduduk yang majemuk, karena saat ini sudah sebagian menjadi wilayah kota
Madya Mataram, sebagian lagi masih diwilayah kabupaten Lombok Barat, maka hal
ini akan membuat runtuhnya tradisi-tradIsi yang sudah lama ditanamkan oleh para
Tuan Guru yang berdakwah di Desa tersebut. untuk bisa menjawab dari penomena
dari keberadaan faham- faham atau aliran- aliran serta bagaimana usaha dalam
mempertahankan tradisi NU ada di desa tersebut.
4. Sumber data
Sumber
data maksudnya disini adalah darimana data atau informasi itu didapat. Dalam
buku “penelitian naturalistik/kualitatif menjelaskan bahwa : “Sumber data
adalah peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar
sebagai mana adanya tanpa dipengaruhi dengan sengaja.[28]
Adapun
yang menjadi sumber data adalah sebagai berikut :
1. Ro’is Syuriah NU PC Lombok Barat.
2. Pengurus Tanfiziyah NU Lombok
Barat.
3. Pengurus Ranting yang ada di desa
tersebut.
4. Tokoh Agama yang ada di Desa
Tersebut.
5. Metode Pengumpulan Data
Metode
adalah cara yang telah teratur dan terpikir, baik untuk mencapai maksud dan
tujuan yang diinginkan oleh para peneliti (dalam ilmu pengetahuan), metode yang
digunakan. Sehubungan dengan penentuan metode ini maka ketetapan ketentuan dan
memilih metode merupakan hal yang sangat penting. Dalam mengumpulkan data di
lapangan peneliti menggunakan beberapa metode sebagai berikut :
1.
Metode
Observasi
Observasi
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala
yang tampak pada objek penelitian. Adapun jenis-jenis observasi itu yaitu :
Observasi
partisipan adalah suatu proses pengamatan bagian dalam yang dilakukan oleh
observer dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang akan di
observer. Observer berlaku sungguh-sungguh seperti anggota kelompok yang akan
di observasi. Sedangkan Observasi non partisipan adalah observasi yang
dilakukan dengan cara tidak ikut dalam kehidupan orang yang diobservasi dan
secara terpisah berkedudukan selaku pengamat.[29]
Observasi
non partisipan observer hanya memerankan diri sebagai pengamat , sedangkan
dalam observasi partisipan observer berperan ganda, sebagai pengamat sekaligus
menjadi bagian dari yang diamati. Dalam penelitian sosial keagmaan observasi
partisipan lebih memungkinkan bagi peneliti untuk mudah menggali data dalam
persepektif subjek yang di teliti ( inner perspctive ).[30]
Adapun
metode observasi yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah metode
observasi partisipan, karena penelitian yang dilakukan adalah penelitian sosial
keagamaan sehingga peneliti lebih mudah mendapatkan data yang valid yang terkait dengan penelitian ini.
Adapun
data yang ingin didapati oleh peneliti dalam observasi partisipan ini adalah
sebagai berikut :
1. Kegiatan yang dilakukan oleh Pengurus
Cabang NU Lombok Barat
2.
Tradisi-tradisi yang dilakukan di masyarakat Bajur, Bengkel, dan
Merembu.
Maka dalam hal ini yang menjadi
pokok observasi peneliti adalah melihat secara langsung bentuk kegiatan yang
dilakukan pengurus cabang serta bagaimana bentuk tradisi-tradisi keagamaan yang
telah dibudayakan oleh kalangan warga NU yang ada di Desa Bajur, Bengkel dan
Merembu.
2. Metode Wawancara
Wawancara /interview adalah
“percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu.[31]
Maka
dari pendapat di atas peneliti pahami bahwa metode wawancara adalah suatu
metode yang dilakukan untuk mendapatkan data
melalui percakapan langsung dengan responden. Adapun jenis-jenis
wawancara sebagai berikut :
a. Wawancara Bebas
Wawancara bebas adalah proses wawancara
dimana interviewer tidak secara sengaja mengarahkan tanya jawab pada
pokok-pokok persoalan dari fokus
penelitian dan interviewer (orang yang diwawancarai)
b. Wawancara Terpimpin
Wawancara Terpimpin ini juga disebut
interview guide controlled interview atau structured interview, yaitu wawancara
menggunakan panduan pokok-pokok masalah yang
diteliti.
c. Wawancara Bebas Terpimpin
Wawancara bebas terpimpin merupakan
kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Jadi pewawancara hanya membuat
pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara
berlangsung mengikuti situasi pewawancara harus pandai mengarahkan yang
diwawancarai apabila ia ternyata menyimpang. Pedoman interview berfungsi
sebagai pengendali jangan sampai proses wawancara kehilangan arah.
Dalam
usaha mencari data di lapangan, peneliti menggunakan wawancara/interview bebas
terpimpin, sebab data yang dibutuhkan sangat kompleks / banyak. Adapun yang peneliti
wawancarai untuk mencari data adalah sebagai berikut
1.Ro’is Syuriah NU PC Lombok Barat.
2.Pengurus Tanfiziyah NU Lombok
Barat.
3.Pengurus Ranting yang ada di desa
tersebut.
4.Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat
3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat Lengger dan agenda.[32]
Metode dokumentasi ini peneliti
gunakan untuk mendapatkan data tentang :
1. Keadaan Wilayah Desa Bajur.
Merembu, Bengkel
2. Struktur organisasi kepengurusan NU
PC Lombok Barat
3. Data tentang program/ program kegiatan dari pengurus
cabang NU Lombok Barat
4. Data tentang kegiatan yang
berhubungan dengan tradisi NU.
5. Tekhnik Analisis data
Proses
selanjutnya setelah data-data terkumpul adalah menganalisa data-data yang sudah
terkumpul tersebut. Analisa data adalah “proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data.[33]
Penelitian
kualitatif menggunakan analisis data secara induktif. Analisis ini lebih
merupakan “pembentukan abstraksi berdasarkan bagian-bagian yang telah
dikumpulkan, kemudian dikelompok-kelompokkan. Jadi, penyusunan teori ini
berasal dari bawah keatas, yaitu sejumlah bagian yang banyak data yang
dikumpulkan dan yang saling berhubungan.[34]
Maka
dari pendapat inilah peneliti akan menganalisa data yang sudah terkumpul untuk dibahas, ditafsirkan dan
dikumpulkan secara induktif yang berarti
suatu teknik analisa data yang berangkat dari hal-hal yang khusus menuju
hal-hal yang umum sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai
hal-hal yang terjadi, mengingat penelitian ini hanya menampilkan data-data yang
berupa ungkapan dan tidak menggunakan analisa statistik.
Tekhnik
yang dilakukan dalam melakukan analisis data ini adalah. Data yang diperoleh
dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi akan diolah / diuraikan secara
khusus untuk kemudian menyimpulkan dalam bentuk umum / general.
6. Validasi Data
Agar
memperoleh data yang benar-benar valid atau sah maka untuk menjaga keabsahan
data yang sudah ada atau di peroleh, maka peneliti menggunakan tekhnik
Trianggulasi dan memperpanjang masa observasi.
1. Trianggulasi
adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data
yang diperoleh dari sumber lain.[35]
2.
Memperpanjang masa observasi. Hal ini dilakukan untuk betul-betul mengenal
suatu lingkungan, mengadakan hubungan yang baik dengan orang-orang dilokasi
penelitian.[36]hal
ini juga peneliti lakukan jika tedapat kekurangan data maka peneliti langsung
terjun kembali kelapangan untuk menyempurnakan data agar data yang didapatkan
bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya.
[2] Martin Van Bruinessen. NU.Tradisi
Realisasi Kuasa dan Pencarian Wancana(Yogyakarta: LKIS, 1994), h.26
[4] H. L. Sohimun Faisol, Diktat NU Pertumbuhan dan Perkembangan NU di Lombok 1935-2009 ( Tidak
diterbitkan),h.4
[8] Muammar sekripsi “Peran Organisasi Nahdlatuh Wathan Dalam
menigkatkan Pengamalan Keagamaan di Desa Gelogor Kabupaten Lombok Barat “ IAIN Mataram. 2006
[9] Muh. Zaenudin Sekripsi “ Peran Thareqat Naqsabandiyah dalam membina perilaku keberagamaan masyarakat dusun
Pepao Timur Desa Lekor Kec. Janaperia Lombok Tengah” IAIN Mataram .2011
[10] Muh.Yasin sekripsi” Peran Forum Pemuda Menges Bersatu ( FPMB )
Dalam Mengatasi Kenakalan
Remaja Di dusun Lelong 1 ( SATU ) Desa Kelebuh
Kecamatan Peraya Tengah Kabupaten Lombok Tengah “
IAIN Mataram. 2011
[11]
Rahmat Blog, http
[12] KH.
A.N Nuril Huda, Ahlusunnah Wal Jama’ah (Aswaja) Menjawab Persoalan Tradisi
dan Kekinian ( Jakarta : LDNU dan GP Pres Jakarta, 2007), h.10
[14] Yazid Abdul Qadir Jawas. Syarah Akidah Ahlus Sunnah wal
Jamaa’ah (Jakarta:Pt Pustaka Imam
Syafi’I 2006),h.36
[15] Ibid
h.37
[16] Ibid h.38
[17] KH. Muhyiddin Abdusshomad, Fiqih
Tradisionalis (Malang:Pustaka AlBayan&PP.Nurus Salam.2010).h.3
[18] jalius12, http://.wordpress.com/2009/10/06/tradisional/.
Diakses tanggal 17 November 2011. pukul 19.05.wita
[19] PBNU, Tradisi
NU/Kembali_Ke_Tradisi_NU. Pengurus Besar Pusat NU.html. Diakses Tanggal 17 November 2011.pukul 19.15. wita
[20] Martin Van
Bruinessen. NU.h. 22
[21]
PWNU Jawa Timur, Aswaja
An-Nahdliyah (Suarabaya: Khalista,
LTNU Jawa Timur,2007),h.31
[22] PBNU ,Tradisi NU/Kembali_Ke_Tradisi_NU. Pengurus Besar Pusat
NU.html. Diakses Tanggal 17
November 2011.pukul 19.15. wita
[23] Martin Van
Bruinessen. NU h. 24-25
[24]
PWNU Jawa Timur. Aswaja,
h.51
[26] Husain Usman. Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial
(Jakarta PT. Bumi Aksara . 2003), h.81
[28] Ibid h. 9
[30] Imam Suprayogo. Tobroni, M.Metodologi penelitian sosial agama
(Bandung: Remaja Rosda Karya 2003),h.170
[35]
Nasution,Metode
Penelitian.h,115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar