Sabtu, 02 Juni 2012

ceramah tentang keutamaan ilmu



Keutamaan Ilmu, Mengajar dan Belajar
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen? Masih semangat dalam menuntut ilmu lewat media jejaring sosial (fb) ini?

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, kami ada referensi buku baru yang akan kami sharingkan ke temen-temen fillah sekalian, yakni Mukhtashar Ihya Ulumiddin. Meski buku ini hanya berupa mukhtashar alias ringkasan dari buku Ihya Ulumiddin yang aslinya berjumlah lima jilid, Akan tetapi ringkasan ini tidak kalah kaya dibandingkan dengan buku versi lengkapnya. Hal ini karena orang yang meringkas Ihya Ulumiddin tidak lain adalah pengarangnya sendiri. Dialah Imam Ghazali.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih, kepada salah satu temen juga member , insya Allah, atas sarannya agar kami mempelajari buku yang luar biasa ini. Alhamdulillah karena Allah subhanahu wata’ala memberikan kemudahan kepada kami untuk mendapatkan buku ini.

Untuk pertama kalinya dari buku ini mengulas tentang ilmu. Kita simak sama-sama ya;
Keutamaan Ilmu, Mengajar dan Belajar
Tentang keutamaan ilmu, dalil-dalil dari Al-qur’an sangat banyak, diantaranya firman Allah Subhanahu wata’ala.,

“…niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (al-Mujadalah [58]:11)
Ibnu Abbas berkata, “Derajat para ulama berada diatas kaum muslimin sejauh tujuh ratus derajat. Jarak antarderajat adalah (sejauh) tujuh ratus tahun.”

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
“Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (az-Zumar [39]:28)

“Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama…” (Faathir [35]:28)

Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Iman itu telanjang. Pakaiannya adalah taqwa, perhiasannya adalah rasa malu, dan buahnya adalah ilmu.” (HR Ibnu Abi Syaibah)

“Orang yang berilmu adalah orang kepercayaan Allah di bumi.” (HR Dailami)

“Orang-orang yang dapat memberi syafaat pada hari kiamat adalah para Nabi, lalu para Ulama, lalu Syuhada.” (HR Ibnu Majah)

Fatah al-Mushili<1> berkata, “Bukankah apabila orang sakit tidak diberi makan, minum dan obat maka dia akan mati?” Lalu seseorang menjawab,”Benar.” Fatah berkata,”Begitu juga dengan hati. Apabila hati terhalang dari hikmah dan ilmu selama tiga hari, maka hati tersebut akan mati.”

Perkataan Fatah merupakan suatu kebenaran. Makanan bagi hati adalah ilmu dan hikmah. Tetapi, hati yang tidak merasakan keduanya akibat kesibukan-kesibukan dunia, maka hal itu akan mematikan sensitifitasnya. Apabila kematian itu telah menyingkap kesibukan-kesibukan itu darinya maka dia akan merasakan siksaan besar dan penyesalan yang tidak berakhir. Inilah makna sabda Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam.,

“Manusia itu tidur. Kemudian apabila mereka telah mati, mereka baru sadar.”

Tentang keutamaan belajar, dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.,

“Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada penuntut ilmu karena mereka ridha atas apa yang diperbuatnya.”<2> (HR Ahmaddan Tirmidzi)

“Jika kamu pergi pada pagi hari lalu mempelajari satu bab dari ilmu, maka hal itu lebih baik dari pada kamu shalat sebanyak seratus raka’at.” (HR Ibnu Majah)

Adapun keutamaan mengajar, dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala.,
“Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi, ‘Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu…’”(Ali ‘Imran [3]:81)

“Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), ‘Hendaklah kamu menerangkannya (isi Kitab itu) kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikannya…’” (Ali ‘Imran [3]:187)

Ketika membaca ayat tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah tidak menganugerahkan ilmu kepada seorang alim, kecuali Dia mengambil janji darinya, sebagaimana janji yang telah Ia ambil dari para Nabi, yaitu janji untuk menjelaskan ilmu tersebut dan tidak menyembunyikannya.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika mengutus Mu’adz ke Yaman,
“Allah member i petunjuk melalui kamu kepada seorang laki-laki merupakan sesuatu yang lebih baik bagimu dari pada dunia dan segala isinya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad)

Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa menyampaikan sebuah hadits, lalu hadits itu diamalkan, maka ia mendapat pahala amal seperti pahala orang yang mengamalkan amal tersebut.”

Mu’adz bin Jabal berkata tentang mengajar dan belajar, dan hemat penulis (Imam Ghazali) perkataannya itu merupakan hadits marfu’, yaitu, “Pelajarilah ilmu. Sungguh, mempelajari ilmu untuk Allah merupakan suatu kebaikan, merupakan suatu ibadah, mengkajinya merupakan tasbih, membahasnya merupakan jihad, mengajarkan kepada orang yang tidak mengetahuinya merupakan sedekah, dan medermakannya kepada ahlinya merupakan amal yang mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu merupakan teman dalam kesendirian, sahabat dalam kesepian, petunjuk menuju agama, pembentuk kesabaran dalam menghadapi kesenangan dan kesengsaraan, pembantu bagi orang-orang yang bersahabat, teman bagi orang-orang yang berteman dan penerang menuju ke surga…”
Dari ilmu, Allah ditaati, Allah disembah, Allah diEsakan. Dari ilmu pula, sifat wara’ dibentuk dan silaturahmi dijalin. Ilmu merupakan imam, sementara amal merupakan pengikutnya. Ilmu diilhamkan kepada orang-orang yang berbahagia, dan diharamkan bagi orang-orang yang sengsara.

Adapun dari segi akal, keutamaan ilmu tidaklah samar. Dari ilmu, seorang hamba bisa mencapai Allah Subhanahu wata’ala; mendekatkan diri kepada-Nya dan bersimpuh di sisi-Nya. Dia merupakan kebahagiaan abadi dan kenikmatan kekal yang tidak akan pernah berahir.

Semoga bermanfaat.

Note:
<1> Dia adalah Fatah bin Said al-Mushili yang meninggal pada 220 H. Lihat biografinya di dalam siyar A’lamin-Nubala (X/483), Tarikh Bagdad (XII/381), Jami’ Karamatil-Auliya’ (II/233), dan Hilyatul-Auliya’ (VIII/292)
<2> Makna meletakkan sayap-sayap adalah mereka (para malaikat) merendahkan diri mereka demi mengagungkan penuntut ilmu.

#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sumber: Mukhtashar Ihya Ulumiddin, Imam Ghazali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar